Oleh: Dr. Kerwanto, M.Ud. (Dosen Tetap Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta)
Syaithān terambil dari akar kata sya-tha-na yang berarti ta-bā-’a-da (jauh). Rangkaian derivasi kata yang berasal dari akar kata ini memiliki kesatuan makna, yakni: segala bentuk kecenderungan yang menjauh dari kebenaran. Ada yang berpendapat bahwa kata ini terambil dari bahasa Suryani yang memiliki makna serupa dengan sya-tha-na (bahasa Arab). Kata ini digunakan untuk merepresentasikan sebuah konsep ketergelinciran dari kebenaran, keluar dari jalan keta’atan atau jauh dari sebuah rahmat dan kasih saying Ilahi. Selanjutnya, makna kata ini diterapkan kepada manusia, jin atau hewan. Kata ini biasanya dilekatkan kepada jin. Tak jarang, kata ini diungkapkan dan disematkan kepada manusia atau hewan- dengan sebuah indikator tertentu.
Dalam Al-Quran, kata ini digunakan pada Jin dan manusia. Penjelasan Qurani terkait dengan konsep ini ketika disematkan kepada jin dapat kita lihat pada Q.S. at-Takwīr/ 81: 25 (dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan syaitan yang terkutuk), Q.S. ash-Shaffāt/ 37: 7 (Dan telah memeliharanya (sebenar-benarnya) dari setiap syaitan yang sangat durhaka) dan Q.S. Yāsīn/ 36: 60 (Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu).
Sedangkan ketika disematkan kepada manusia, dapat dilihat pada Q.S. al-Baqarah/ 2: 14 (Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok) dan Q.S. al-An’ām/ 6: 112 (Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin).
Ayat-ayat Al-Quran juga menunjukan beberapa karakteristik/ sifat setan. Setidaknya terdapat tujuh (7) sifat sebagai berikut: (1). Menyesatkan (…Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya (Q.S. an-Nisā/ 4: 60)); (2). Menebar permusuhan (Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran.. (Q.S. al-Mā’idah/ 5: 91)); (3). Mengajak pada tindakan keji dan mungkar (...Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar… (Q.S.an-Nūr/ 24: 21)); (4). Membisikan pikiran jahat/ al-wiswasah (Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya… (Q.S. al-A’rāf/ 7: 20)); (5). Suka pencitraan diri/ at-tajyīn (… bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaitan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.(Q.S. al-‘An’ām/ 6: 43)); (6). Mengajak ke neraka (…Walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka) (Q.S. Luqmān/ 31: 21)); (7). Mengajak kepada kekufuran (…seperti (bujukan) syaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam".(Q.S. al-Ĥasyr/ 59: 16)).
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sifat-sifat Setan begitu jahatnya dan membahayakan bangunan islam, oleh karenanya, dalam Q.S. al-Mukminūn/ 23: 97 Allah swt mengajarkan kepada Nabi-Nya yang Mulia (Muhammad saw) untuk memohon perlindungan dari bisikan-bisikan jahat setan (hamazāt asy-syaithān); “Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan”. Tidak hanya sebatas berdoa dari bisikan dan tipu dayanya, dalam Q.S. al-Mukminūn/ 23: 98 Allah swt juga mengajarkan agar berlindung dari kehadiran/ pengaruh jahatnya dalam bangunan umat islam; “Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku."
Hamazāt asy-syaithān bukan bisikan dan tipu daya semata, akan tetapi juga diikuti sebuah tarikan yang begitu kuat yang dapat membahayakan keutuhan dan bangunan islam itu sendiri. Karena ayat ini (Q.S. al-Mukminūn/ 23: 97) berbicara dalam konteks bahayanya orang kafir dan musyrik di Mekah, maka setan yang dimaksudkan lebih dekat pada Setan dari jenis manusia- walaupun tidak menutup makna yang lebih luas dapat disematkan juga pada Setan jenis Jin sebagaimana klasifikasi makna umumnya.
Jika dalam ayat ini, Allah swt memerintahkan nabi Muhammad saw untuk berlindung dari pengaruh dan tipu daya setan, selanjutnya, bagaimana dengan kita sebagai umat Muhammad? Jawabannya, tentu kebutuhan akan hal ini lebih urgent lagi.
Dalam konteks ini, tentu tujuan dari memohon perlindungan (isti’ādah) nabi bukan hanya sebatas doa dan memohon perlindungan dari bahaya setan, akan tetapi ada tujuan dibaliknya, yakni: mengenali karakteristik dan sifat-sifat setan dan waspada terhadapnya. Melalui pengenalan/ makrifat terhadap karakteristik maka kita akan mengenali sosoknya. Setan tidak hanya berupa sosok Jin (makhlus halus/ gaib), akan tetapi terdapat setan yang lebih berbahaya yang berupa manusia/ individu-individu tertentu. Karena sejumlah individu ketika berkumpul bisa membentuk sebuah bangunan masyarakat seperti organisasi, lembaga, partai politik bahkan negara, maka demikian juga setan. Ada setan yang berupa organisasi, lembaga, partai politik bahkan negara.
Alā kulli hāl, terdapat salah satu pesan penting dari deskripsi singkat ini. Yakni, agar kita lebih cerdas dan tidak mudah terbakar isu hoax. Kenalilah karakteristik, sifat dan tanda-tanda maka kita akan mengenali orangnya...!!