By Andi Jumardi at Minggu, 25 Maret 2018

Tuhan Sang Mahasiswa

Di sebuah kelas, di sebuah perkuliahan Pendidikan Aga-ma Islam, seorang mahasiswa berkata: “Tuhan itu ada jika dipikirkan.” Barangkali itu ada-lah gambaran sikap bertuhan sang mahasiswa, tetapi bisa juga itu sekadar pertanyaan yang mengendap di alam kritisnya dan bukan bukti bah-wa dia tidak bertuhan sama sekali. Namun yang pasti pernyataan tersebut disambut kejut oleh beberapa mahasiswa lainnya.

Paling tidak ada tiga hal yang bisa ditangkap dari pernyataan mahasiswa tadi. Pertama, keberadaan Tuhan tidak begitu pasti; kedua, Tuhan hanya ada dalam pikiran; dan Ketiga, selalu ada kemungkinan untuk tidak memikirkan Tuhan.

Bagi yang meyakini kepastian keberadaan Tuhan, keraguan akan keberadaan-Nya adalah persoalan besar. Persoalan bagi yang meragukannya karena itu bisa berarti perlawanan dan pembangkangan terhadap Tuhan dan bisa juga merupakan persoalan bagi Tuhan yang diragukan itu karena Dia bisa murka. Karenanya, mereka yang ragu akan ditimpa masalah yang ditimpakan oleh Tuhan. Tuhan pada hal ini ditempatkan pada posisi tidak suka kepada orang-orang yang meragukan-Nya.

Benarkah Tuhan hanya ada dalam pikiran? Sang mahasiswa berfikir seperti itu. Ada baiknya dia mencoba pertanyaan yang lain: Jangan-jangan Tuhan berada di luar jangkauan pikiran?

Jika Tuhan berada dalam jangkauan pikiran manusia, maka keberadaan Tuhan bisa dirasionalisasi secara utuh. Kenyataannya, ada bagian dari rasio manusia yang menolak keberadaan Tuhan yang dianggap sekadar konsep belaka dan tidak beda dengan konsep-konsep lainnya yang punya kelemahan dan bisa ditolak. Karena itu, jangan-jangan Tuhan berada di luar jangkauan nalar manusia. Mungkin saja. Toh rasio manusia itu terbatas ruang dan waktu sedangkan Tuhan tidak terbatas ruang dan waktu. Sebuah argumen yang cukup kuat tentang keberadaan Tuhan yang terlahir di suatu waktu, mungkin tidak cukup kuat di waktu yang berbeda.

Namun hampir pasti tentang Tuhan tidak pernah luput dari pemikiran manusia, baik pemikiran yang menolak-Nya maupun yang menerima-Nya. Selama manusia masih berfaham bahwa ada sesuatu yang sarba maha dahsyat dan kuasa serta berada di luar sana, dan itu bukan diri manusia itu sendiri, maka itu akan membawa-nya untuk bertuhan.

Jika pemikiran manusia tentang yang serba maha dahsyat dan kuasa itu tidak berada di luar sana, tetapi mentok pada dirinya sendiri, manusia masih tetap bertuhan. Paling tidak tuhannya adalah dirinya sendiri. Jadi, benarkah sang mahasiswa dengan pernyataannya: “Tuhan itu ada jika dipikirkan”? Dia benar, tapi dia salah jika menganggap ada ruang bagi manusia untuk tidak berfikir tentang Tuhan yang berakibat pada kemungkinan tidak adanya Tuhan. Tuhan selalu ada. Jika seorang manusia mengaku tidak bertuhan, mungkin dia sedang menuhankan dirinya. [Abdul Muid Nawawi ]